Chit Chat :)

 Akhir-akhir ini waktu seperti terbang melintas, berlalu cepat sekali. Tiba-tiba, aku sudah berada di akhir usia 20-an. Sebentar lagi, aku akan memasuki umur 30. It's frightening, but there is nothing I could do to slowing down the passage of time.

----

Sebagian besar teman yang melewati suatu fase bersama denganku, baik itu sekolah maupun kuliah, telah memasuki fase pernikahan. Menambah perannya sebagai individu: suami, istri, ibu, ayah, menantu, ipar. Belakangan ini, undangan masuk silih berganti. Hampir setiap minggunya, ada undangan yang dikirimkan ke sosial mediaku. 

Menerima dan membaca undangan mereka membuatku ikut merasakan kebahagian mereka. Meski terkadang, sekelebat memori tentang tingkah konyol mereka di waktu lampau membuatku sedikit tidak menyangka mereka kini sudah menjadi dewasa dan akan menikah.

People may wonder, have I considered about marriage? Oh course, I am. Once in a while, though not too often. Since I only have a small world with a very few friendship circle, it allowed a minimal pressure about that matter. Furthermore, I'm fine by myself, but if luck is on my side, I have no problem having someone next to me.

But as I reach 30, I kind of wonder, how twist and turn of my life will be. If, just if, I have no fate in meeting someone kind until I reach late-30, what will I do in my 40? Will I be lonely? You know, at that age, my other friends will be busy taking care of their child while being busy at work trying to provide their family. Then, what will I do by myself?

This question have been weighing my mind for a while. If this is other person, maybe they'll start looking for their significant other. But I don't think I want to take the same route. Marriage is hard, I don't think rushing for it will bring good to me. Entering marriage life to escape from being lonely isn't a good idea either, for me.

So I'll just believe in fate, in a natural encounter where we somehow met and slowly getting to know each other better. Then at some point of time, we decide to live together because life is fun if we take the journey together.

Am I sound childish and drowning too deep into the fairytale? But I can't help, I growing up reading each one of them.

But either direction life will throw me at, I guess I'll figure out somehow, hot to be fine.

 Beberapa waktu belakangan, aku disibukkan dengan perjuangan untuk keluar dari masa-masa sulit. Ditengah dilema karena aku memiliki hak untuk marah, tapi anehnya aku merasa bersalah jika marah. Karena ada emosi yang tertahan dan dipaksa terpendam, akhirnya emosi itu keluar dalam bentuk lain. Mulai timbul sakit kepala dan jantung berdebar yang mengganggu aktivitas. 

It felt so uncomfortable, and terrible.

Sampai akhirnya di suatu maghrib, setelah terus-terusan berusaha tegar dan semangat, aku menyerah. Menangis sejadi-jadinya, meluapkan emosi, mengeluh dan protes pada Allah setelah sholat. 'Kenapa sih harus seperti ini? Apa sih yang salah? Why things always defiating too far from what I expected and work hard for?' adalah pertanyaan yang berulang-ulang terputar di kepalaku. 

Tapi setelah episode tantrum ini, aku merasa lebih baik.

Beberapa hari kemudian, seorang teman lama tiba-tiba menyapa di Whatsapp. Ternyata dia mau mengabarkan berita baik, berita yang bisa sedikit mengangkat keresahan dan kegelisahan yang kualami. Alhamdulillah, merasa sangat bersyukur.

Ditengah rasa syukur dan gembira itu, aku merasa, rasanya sulit untuk tidak berpikir bahwa Allah tuh masih sayang lho, sama aku. That Allah is taking care of me, that Allah wants me to keep going on and not giving up. So I need to continue doing the good deeds while living in this world. I'm under Allah's care, so I don't need to worry.

Akhirnya, aku tetap melanjutkan perjuangan seperti biasa. Sambil berharap, hari yang lebih baik, hari dimana kerja kerasku terbayarkan, akan segera datang.

 Angin membawa aroma tanah yang bertemu hujan ke sekelilingku. Membuatku tak punya pilihan lain, selain membawanya masuk untuk diterjemahkan oleh saraf pembau. Air hujan bernyanyi nyaring ketika bersentuhan dengan atap seng, aspal, dan berbagai hal yang menghambatnya untuk segera masuk ke bumi.

Matahari perlahan-lahan disembunyikan oleh awan tebal. Tetapi jalanan didepanku seolah tak peduli, ia masih saja asyik digilas berbagai kendaraan yang sepertinya terburu-buru mengejar waktu. Mataku mulai terasa berat untuk membuka kembali setelah berkedip. Waktunya tidur siang, memang.

Belakangan ini, cuaca semakin tidak terprediksi. Hari ini hujan, besok bisa jadi akan panas terik, lusa langit mungkin akan mendung. Hmm ... sudah sampaikah kita pada penghujung musim?

Cuaca yang tak menentu juga akhirnya menyebabkan tingginya kasus common cold/salesma. Kemarin saja, anggota keluargaku secara bergantian menunjukkan gejala demam, batuk, dan pilek. Tidak terkecuali aku, yang setelah diingat-ingat, mengalami 3x common cold selama 4 bulan terakhir. Mungkin karena terbiasa tidur selepas subuh, tubuhku kekurangan vitamin D, sehingga kemampuan imunku juga menurun.

Ah iya, kita sudah masuk ke tahun 2022, sejak beberapa hari yang lalu. Aktivitasku masih seperti biasa: bekerja, bermain bersama keponakan, sekali waktu mengajar, dan mengupload konten kefarmasian tiap seminggu sekali.

Sejauh ini, belum ada yang spesial dari 2022. Pandemi masih ada, bahkan kini ada varian barunya: Omicron. Dia seolah-olah terus berinovasi untuk tidak kehilangan pamornya ditengah masyarakat.

Umurku 27, tahun ini. Tidak terasa, waktu diam-diam berlalu dan aku makin menua. Aku terkadang bertanya-tanya, jika aku yang berusia 17 tahun melihatku saat ini, adakah ia bangga dengan pencapaianku yang tidak banyak? Aku harap iya. Aku harap aku menjalani hidupku dengan baik hingga saat ini. Ada banyak hal yang belum kulakukan, masih banyak hal yang belum diraih, semoga ada waktu.

Awan gelap perlahan bergeser ke timur, membuat langit cerah yang tadi tersembunyi, kini tampak berseri. Sepertinya ada pasien, aku harus bekerja kembali.

Oke, sampai jumpa lagi!

 Pada angin yang berhembus malam itu, adakah ia ingat namamu?

Ia terdiam, pikirannya menjelma resah dalam hening yang berkabung. Malam membeku, mengungkungnya dalam dingin yang aneh. Waktu seakan sengaja bergerak lebih lambat, seolah mendramatisir rasa nyeri yang perlahan merambat di dadanya. Bulan menggantung separuh. Bintang berkelip gamang. 

Melihatnya yang hanya tertunduk, menatap kosong pada buku-buku jarinya, membuatku bertanya-tanya. Bagaimana mungkin senyum dan binar di matanya, menghilang begitu saja dalam semalam?

Malam itu, ia buatkan pusara untuk semua khayalan menua bersamanya. Tapi terlalu sering ia bertakziah, semakin dalam tergali luka itu. Mana yang fakta dan mana yang fana, tak lagi bisa ia bedakan. Ia terperangkap dalam lubang jerat hitam yang dibuatnya sendiri. Hingga akhirnya luka itu, rasanya tak akan bertemu dengan sembuhnya.

Tapi ... di dunia ini, siapa yang mampu melawan waktu?

Karena selamanya terletak pada kesementaraan, tiap-tiap sesuatu memiliki masa berlakunya. Begitu juga dengan luka yang mengendap pekat di hatinya. Semoga, semoga saja begitu.

1.  Untuk menentukan kelebihan lemak tubuh, digunakan dua pengukuran klinis yaitu BMI (body mass index) dan lingkar pinggang (LP). 
2. Penurunan berat badan sedikitnya 5% dari total bobot tubuh secara signifikan dapat memperbaiki tekanan darah, kadar lemak, dan toleransi glukosa pada pasien dengan overweight dan obesitas. Penurunan berat badan yang bertahan lama berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular dan kematian yang lebih rendah. Disamping itu, penurunan berat badan juga menghasilkan perbaikan jangka panjang pada berbagai komplikasi yang terkait obesitas.
3. Klinisi harus mempertimbangkan efek perubahan berat badan dari obat-obat yang digunakan untuk mengatasi komorbid (antidepresan, antipsikotik, antiepilepsi, dan antidiabetes). Klinisi diharapkan dapat memilih obat yang relatif tidak berpengaruh terhadap berat badan aatau yang dapat menurunkan berat badan.
4. Operasi Bariatrik hanya dilakukan untuk pasien dengan obesitas ekstrem dengan BMI sama dengan atau lebih dari 40 kg/m2 atau pasien dengan BMI 35 kg/m2 yang memiliki komorbid signifikan.
5. Farmakoterapi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan BMI sama dengan atau lebih dari 30 kg/m2 atau pasien dengan BMI antara 27-30 kg/m2 dengan komorbid signfikan yang tidak terkontrol dengan perbaikan gaya hidup (diet, olahraga, dan modifikasi perilaku).
6. Peningkatan berat badan kemungkinan akan terjadi ketika farmakoterapi untuk obesitas dihentikan.
7. Farmakoterapi harus dihentikan jika penurunan berat badan sedikitnya 5% tidak tercapai setelah 12 minggu terapi dengan penthermine-topiramat atau bupropion-naltrexone karena penurunan berat badan yang signifikan kemungkinan tidak akan tercapai, meskipun terapi dilanjutkan. Liraglutide harus dihentikan jika penurunan berat badan minimal 4% tidak tercapai setelah 16 minggu terapi.
8. The Food and Drug Administration (FDA) tidak meregulasi suplemen makanan atau herbal untuk diet, serta isinya tidak dijamin.