Bulan

Juni 14, 2021

            Entah sejak kapan aku mulai membuat attachment dengan bulan. Rasa-rasanya saat itu, ketika orang lain tengah bersiap untuk beristirahat, nyaman dan hangat di tengah keluarga di rumah, sementara aku harus membelah sepinya kota, menembus malam, demi bertugas. Terdengar keren, tapi percayalah, jaga malam sendiri selalu dapat diibaratkan bagai bisul yang hampir sembuh. Menyakitkan, tetapi tidak banyak yang bisa dilakukan.

Pada malam-malam itu, adalah bulan yang selalu mengiringi langkah. Dalam perjalanannya, malam seringkali menjadi waktu yang tepat untuk ‘pulang’. Kepergian demi kepergian tiba-tiba menjadi sesuatu yang harus direlakan tanpa air mata. Karena kesedihan adalah senyawa yang tak boleh dilarutkan terlalu pekat, atau senyawa lain akan mengendap dan mengkristal.

Namun ketika kelelahan dan kesedihan mulai terasa jenuh di langit-langit ruangan, memaksaku terduduk lemah di salah satu sudut, mempertanyakan kembali keputusan untuk memilih jalan yang terkadang terasa begitu sepi. Seiring dengan pikiranku yang melayang, mataku tanpa sangaja menatap pada bayang di tengah legam di balik jendela. Bulan disana, sempurna penuh membentuk purnama. Seolah menyiratkan kembali, bahwa pada akhirnya, semua akan baik-baik saja.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images