Short Escape: Pantai Mawun

November 15, 2020



"Sepi, mbak. Udah 8 bulanan ini. Saya juga akhirnya ngejual payung saya. Rugi sih, mbak. Saya beli 2 jutaan tapi saya jual 300an ribu aja. Tapi ya gimana, daripada habis dicuri ." Keluh seorang pedagang yang tiba-tiba menghampiri dan mengajak mengobrol.

    Payung yang dimaksud adalah kursi malas dengan payung pelindung, yang normalnya dapat ditemukan dengan mudah disepanjang pantai. Sekarang hanya tersisa beberapa. Pun juga dengan warung yang hanya sebagian kecil yang masih beroperasi. Situasi pasca gempa jauh lebih baik dibandingkan saat ini. Meskipun pasca gempa dan situasi COVID saat ini sama-sama menyebabkan beberapa negara melarang warganya berwisata kesini, setidaknya dulu turis asing dan lokal masih dapat ditemukan dengan mudah. Saat ini, hanya ada 1-2 wisatawan lokal, yang datang untuk mengambil foto lalu pulang.

"Sebenarnya saya udah jarang kesini, mbak. Sekarang lebih banyak di sawah, bantu orang tua." Sambung pedagang tadi.

"Oh gitu. Tapi hasilnya lebih menjanjikan kan, ya?" 

"Ya alhamdulillah, mbak. Sewa lahan 7-8 juta sehektar. Ditanami jagung, hasilnya bisa dapet 60-70 juta. Tapi anak muda kayak saya udah agak males, mbak, panas-panasan di sawah."

Saya manggut-manggut mengerti. Saya juga suka migrain kalau cuacanya puanas bwanget. Saya kemudian mengedarkan pandangan ke pantai.

"Kotor ya, mbak?" Tanya seorang pedagang lain yang ikut bergabung.

Saya tersenyum mengiyakan.

Beliau lalu melanjutkan, "Karna sepi gini, mbak, jadi kita juga males mau bersih-bersih. Biasanya sih kalau hari normal, saya ikut mungut-mungutin sampah. Bule nggak seneng liat pantai kotor gini."

Saya manggut-manggut lagi. Beberapa orang memang butuh motivasi lebih untuk bergerak kan, ya.

    Pantai ini sebenarnya unik. Diapit oleh dua bukit dan berhadapan langsung dengan laut lepas. Pasirnya putih dengan ombak yang tidak terlalu besar. Fasilitas disekitar pantai juga sangat memadai: toilet, mushalla, tempat parkir, bahkan ada halte (yang entah apa fungsinya).

    Akses dari bandara cukup mudah, jalannya bagus, mulus. Hanya saja, jalannya cukup ekstrim, yang mungkin menjadi alasan turis lokal tidak banyak yang kesini. Untuk sampai kesini, kita harus memutar bukit, jadi cukup banyak tanjakan, turunan, dan tikungan. Tapi worth it, kok. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi dengan pemandangan yang breath taking: landskap perbukitan hijau, gerombolan kerbau yang merumput di sisi kiri dan kanan jalan, dan pemandangan laut biru dari kejauhan.

    Kalau merasa lelah dan ingin beristirahat sejenak, ada beberapa cafe dan restoran yang bisa disinggahi. Mereka umumnya menawarkan view menghadap laut.

    Nah, ini kerbau yang saya maksudkan. Meskipun di areal perbukitan, tetapi karena dekat dengan pantai, hawanya cukup panas. Hal ini menyebabkan rumput yang tumbuh berkualitas rendah. Organ pencernaan sapi kurang efisien untuk mencerna jenis rumput seperti ini, berbeda dengan kerbau yang lebih tahan banting. Karena itu, kerbau lebih banyak diternak warga.

    Gerombolan kerbau ini juga yang sering photobomb di Pantai Selong Belanak (yang jaraknya beberapa kilo dari Pantai Mawun), yang membuat foto menjadi lebih ciamik. Oh iya, Pantai Mawun sendiri berada di garis terluar pulau, jadi kita bisa menyusuri jalan untuk menemukan berbagai pantai yang tidak kalah bagusnya. Tentunya dengan view yang berbeda-beda. 

Jadi gimana, tertarik berwisata ke Lombok?

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images