About the Rain and I

Desember 03, 2013



Moment yang paling aku suka adalah ketika bulir-bulir hujan turun beramai-ramai membasahi bumi. Sepertinya begitu bahagia bisa melepaskan diri dari awan yang selama ini mengungkungnya. Meskipun setelah itu, mereka akan diserap oleh tanaman, mengalir ke sungai, tersalurkan ke keran-keran penduduk. Toh, pada akhirnya, mereka akan menguap dan kembali membentuk awan. Membentuk suatu siklus.
Semakin tinggi curah hujan, semakin tinggi pula tingkat kegalauan remaja. Saat hujan mulai turun, facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya akan dipenuhi oleh status-status sendu dari remaja labil. Setidaknya begitulah yang aku amati selama ini.
Hujan selalu berarti banyak untukku. Wangi tanah ketika bercampur dengan air hujan adalah salah satu wangi yang kusuka. Menenangkan. Begitupun sore ini, hujan turun dengan anggunnya. Ah, sayang sekali, kemarin umurku genap 20 tahun. Akan terlihat aneh jika seorang gadis sepertiku bermain hujan-hujanan. Kekanak-kanakan, pasti begitu pikir orang-orang. Padahal aku ingin sekali. Iri rasanya melihat segerombolan anak-anak berkejaran di tengah hujan. Saling mengejek, menyipratkan air dari kubangan berlumpur, tertawa lepas melihat wajah sebal kawan lainnya, yang akhirnya membuat wajah sebal itu berganti menjadi wajah ceria.
Air yang menggenang di rumput lapangan itu seperti mengundang untuk dipijak. Kecipak-kecipak air terdengar saat kaki-kaki mungil itu berlari di atasnya. Udara yang mulai mendingin tak menyurutkan semangat mereka untuk bermain. Tak mempedulikan ekspresi sebal ibu-ibu mereka yang nasihatnya terabaikan.
Mama juga dulu selalu senewen jika mendapatiku pulang dalam keadaan basah kuyup seusai bermain hujan dengan teman-teman. Ketika itu, aku hanya tersenyum, cengengesan tepatnya, dan bergegas berlari ke kamar mandi. Sebelum Mama mengeluarkan petuahnya yang sudah kuhapal di luar kepala. Mama kemudian hanya akan geleng-geleng kepala melihat kebandelan gadis kecilnya. Setelahnya, aku akan duduk manis di depan tv, menyimak kartun kesayanganku, doraemon dan chibi maruko-chan, ditemani susu dan camilan hangat buatan Mama.
Ah, saat itu sudah lama sekali. Waktu bergulir tanpa terasa. Aku kini bukan lagi gadis kecil Mama yang bandel. Waktu telah mengubahku menjadi seorang gadis remaja, meski tetap menyisakan jejak-jejak bandel itu dalam diriku. Masa-masa itu tetap indah untuk dikenang. Masa dimana yang kita tau hanya bermain, juga merengek untuk mendapatkan sesuatu. Kata ‘sedih’ jarang sekali dipakai saat itu.
Aku ingat, dulu sewaktu SMA, hujan adalah sesuatu yang kami tunggu-tunggu. Karena hujan berarti jam pelajaran kosong. Kelas-kelas kami sejajar dengan selokan super kecil di depan kelas. Jadi ketika hujan lebat, selokan tersebut tidak mampu menampung air hujan, sehingga meluberlah air itu hingga ke dalam kelas. Listrik pun akan segera dimatikan, untuk mencegah terjadinya arus pendek listrik. Langit yang sudah mendung, ditambah padamnya lampu, membuat kelas menjadi gelap. Ruang kelas pun sudah dimasuki air. Banjir. Dengan terpaksa, kegiatan belajar-mengajar harus dihentikan.
Jika kebetulan saat itu adalah jam pelajaran Matematika, guru kami akan menaikkan kakinya ke kursi. Membuat posisi bersila, lalu memimpin kami untuk membaca do’a-do’a. Sementara di luar kelas kami, murid-murid yang lain sibuk mengabadikan moment tersebut. Sibuk bergaya di tengah air yang menggenang. Beberapa menit kemudian, foto-foto narsis itu sudah beredar di jejaring sosial.
Sesekali, gemuruh guntur dan kilat akan mengiringi rinai hujan. Saatnya bagi gadis-gadis berteriak histeris. Ketakutan. Menggenggam erat jemari teman di sampingnya, berbagi ketegangan dan saling menenangkan. Lalu cowok-cowok usil mulai berkomentar dan mengejek, padahal mereka sendiri juga kaget.
Meski sudah berseragam rapi ketika berangkat sekolah, jangan heran jika melihat kami pulang dengan bersandal jepit, bahkan ada yang nyeker. Yah, ketimbang memakai sepatu yang basah.
Hujan juga menghadirkan banyak adegan romantis. Hujan menjadi ajang cowok-cowok obral perhatian pada gadis gebetannya. Seperti memayungi si gadis agar terhindar dari hujan, berjalan bersisian dan melindunginya dari cipratan air yang dilindas ban mobil, memakaikan sweaternya pada si gadis, dan menjadikan hujan sebagai alasan untuk mengantarkannya pulang.
Bagian favoritku adalah pulang ketika gerimis masih menyapa, alasan untuk bisa bermain hujan. Sesampainya di rumah, aku akan cepat-cepat mengganti seragam, menggulung diri dalam selimut tebal, kemudian tidur hingga petang menjelang. Malamnya, sibuk menerapkan sistem kebut semalam untuk ulangan besok pagi.
Atau jika kebetulan Mama ada di rumah, aku akan duduk di dekat jendela, menatap keluar ditemani secangkir teh panas. Mama tak akan mengijinkanku untuk tidur sore, sepulang sekolah. Biar tubuhmu tidak melebar, katanya selalu. Sebagai gantinya, aku menatap ke luar jendela, mengamati rintik hujan yang jatuh pada daun cemara di depan rumah. Menghasilkan bulir-bulir air di sepanjang daunnya yang hijau dan berbentuk seperti garis lurus. Sangat indah, membuat cemara itu seperti berkilau.
Hmm.. jadi kangen rumah. Kira-kira sekarang si Mama lagi buat kue apa ya?
Oh ya, hujan juga menjadi hal yang menenangkan hati dan pikiran saat sedih, kecewa maupun sebel. Dengan menatapnya, serasa semua perasaan itu ikut turun dan terserap tanah. Tak berjejak lagi. Hujan pernah menemaniku menangis saat aku gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri. Tetesan airnya mengajarkanku, meskipun ia sekarang di bawah, akan ada saatnya ia kembali ke atas. Begitu juga aku, walaupun aku gagal, jika aku terus berusaha, melewati setiap batu penghalang, akan ada kesempatan bagiku untuk berhasil.
Menjadi mahasiswa membuatku menemukan definisi yang lain dari kata sedih dan sebel. Sedih itu ketika laporan kita hanya dinilai B+, padahal sudah bela-belain nggak tidur siang. Sebel itu ketika si asdos memberikan nilai yang tidak sesuai dengan nilai wajahnya. Cakep-cekep kok pelit. Uups!!
Hujan perlahan mulai mereda. Saatnya memulai siklus aktivitas harian yang tadi sempat tertunda. Bye hujan! 

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images