Hujan

November 27, 2013



Aku duduk di kursi tunggu halte bis. Menyelonjorkan kakiku. Menghela napas panjang. Hari yang cukup melelahkan, batinku. Kutengadahkan kepalaku. Langit ditutupi awan mendung. Hujan sepertinya akan segera turun, tapi bis yang akan membawaku ke rumah belum juga datang.

Ditengah aktifitasku menunggu, mataku menangkap pemandangan menarik. Seorang gadis keluar dari sebuah coffeshop lalu menyebrang jalan dengan tergesa-gesa, ekspresi kemarahan tak dapat menyembunyikan wajah manisnya. Sementara itu seorang laki-laki dengan ekspresi panik mengejar di belakangnya. Mungkin pacarnya, dan besar kemungkinan mereka tengah bertengkar. Huumm.. kisah cinta remaja memang selalu menyenangkan dan penuh kisah.

Pria itu berhasil mengejar. Ia memegang lengan si gadis hingga membuatnya berhenti. Sekitar dua meter dari tempatku duduk.

“Vit, dengerin aku dulu.” Pinta si pria setengah memohon.

Seraya menghentakkan tangannya dengan kasar, “Kamu gak perlu jelasin apa-apa.” Kata si gadis.

“Dia baik, Vit. Dia bekerja paruh waktu di cafeku untuk membiayai sekolahnya. Dia gadis yang mandiri dan periang, sepertimu. Aku yakin kamu akan cepat akrab dengannya.”

“Akrab?! Ha..ha..ha” gadis itu tertawa sarkastik. 

Si pria menghela napas perlahan. “Kamu boleh marah sama aku. Tapi dia sama sekali nggak salah. Aku yang deketin dia.”

Gadis itu mengalihkan pendangannya ke seberang jalan. Terlihat jelas ia sedang menahan perasaannya.

“Kenapa?” satu-satunya kata yang mampu ia keluarkan.

Pria itu terdiam.

“Kamu terlalu sempurna, Vit. Aku ngerasa aku nggak bisa jadi orang yang tepat buat kamu.”
Gadis itu tersenyum sinis. “Ooh.. gitu.. “

Lalu hening, mata bulat itu mulai berkaca-kaca.

“Jadi maksud kamu, orang yang tepat buat kamu cuma cewek itu? Terlalu sempurna? Gak bisa jadi orang yang tepat?! Trus kenapa kamu deketin aku?! Kenapa kamu buat aku suka sama kamu kalo akhirnya kamu ngebuang aku?!! Kenapa, hah? KENAPA?”

Aku terdiam mengamati. Gadis itu akhirnya mengeluarkan semua yang ada di hatinya.

“Aku gak bermaksud gitu. Aku cuma...” 

“Cuma pengen mainin perasaan aku?” potong si gadis.

“Vit..”

“Cukup. Aku gak mau denger apa-apa lagi.”

Sementara itu, awan mendung semakin tebal, rintik-rintik hujan mulai turun. Gerimis. Angin bertiup dingin. Sejenak, hening menyelimuti.

“Aku mau pulang.”

“Aku anterin kamu ke rumah.” Kata si pria seraya membuka sweaternya, lalu memakaikan ke si gadis yang mulai nampak kedinginan.

“Gak perlu.” Ia menepis tangan si pria. Pria itu sedikit terkejut, dan memandang khawatir ke gadis di hadapannya.

“Jangan ngelakuin sesuatu yang ngebuat aku tambah benci sama kamu.”

Gadis itu pun beranjak pergi. Pria itu terdiam, menatap punggung si gadis yang mulai menjauh. Kekhawatiran nampak jelas dari raut wajahnya. Cowok dengan tubuh atletis itu menghela nafas perlahan. Tak lama ia pun berjalan ke arah yang berlawanan dengan si gadis. Hujan mulai turun bertepatan dengan bus yang menepi. Aku segera naik. Hm, cinta masih saja menjadi salah satu hal yang sulit dimengerti, batinku. Jelas terlihat masih ada cinta antara keduanya. Ah, entahlah.

 Bus melaju perlahan. Kualihkan pandanganku ke jendela. Tampak olehku gadis tadi yang tengah berjalan di tengah rinai hujan, seperti tak berminat untuk berteduh. Di antara derasnya hujan yang membasahi sekujur tubuhnya, aku tau, ada bulir-bulir bening di sudut matanya.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images