Daripada hanya menjadi file yang mungkin tak bermakna ~
Salah satu faktor resiko penyakit jantung adalah hipertensi. Jika tidak ditangani dengan baik, hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ penting, seperti jantung, otak, dan ginjal.
Si darah tinggi ini memang seringnya dijuluki dengan 'silent killer'.
Bahkan ada guideline yang mengklasifikasikan hipertensi sebagai gagal jantung stage A.
Hipertensi juga punya faktor resiko, diantaranya yaitu usia, aktivitas fisik, stress, konsumsi garam harian, berat badan, dan lain lain.
Saat puasa, kita hanya makan 2x sehari. Selain itu, ada perubahan/pengurangan waktu tidur. Perubahan ini mungkin memberi dampak pada tekanan darah dan resiko kardiovaskular.
Karenanya, untuk pasien dengan hipertensi, amankah berpuasa?
Jawabannya, aman.
Tentunya dengan ketentuan dan syarat tertentu, serta persetujuan dari dokter.
Tentunya dengan ketentuan dan syarat tertentu, serta persetujuan dari dokter.
Saat puasa, akan terjadi penurunan intake makanan dan peningkatan aktivitas fisik. Di bulan ramadan, umat muslim akan menjalankan sholat tarawih dan sholat sunnah lain, disamping sholat wajib. Kegiatan ibadah tersebut dianggap sebagai salah satu bentuk aktivitas fisik. Jika ibadah ini dilakukan secara kontinyu, ditambah dengan pola dan menu makan sahur-berbuka yang dijaga, maka diakhir ramadan, idealnya akan terjadi penurunan berat badan.
Studi menunjukkan, penurunan berat badan akan menghasilkan penurunan tekanan darah pada hampir 75% pasien yang overweight.
Berat badan turun, tekanan darah turun, resiko penyakit jantung juga turun. Nice toh?
Ditambah penggunaan obat yang rutin, tekanan darah akan semakin bagus.
Nah, kembali ke syarat dan ketentuan tadi, yang aman berpuasa adalah pasien yang hipertensinya terkontrol. Tapi untuk pasien unstable angina, infark miokard, gagal jantung berat, hipertensi tidak terkontrol, atau pasien yang baru saja menjalani operasi jantung, sebaiknya jangan dulu berpuasa.
Semoga bermanfaat ~